Perlawanan Indonesia Terhadap Penjajah
|
Masjid Raya Baiturrahman
|
Perlawanan terhadap penjajahan pemerintah Hindia
Belanda terjadi di berbagai daerah di Indonesia. Abad 19 merupakan puncak
perlawanan rakyat Indonesia di berbagai daerah dalam usahanya menentang
Pemerintah Hindia Belanda. Kegigihan perlawanan rakyat Indonesia menyebabkan
Belanda mengalami krisis keuangan untuk biaya perang. Perlawanan di berbagai
daerah tersebut belum berhasil membuahkan kemerdekaan. Semua perlawanan dapat
dipadamkan dan kerajaan-kerajaan di Indonesia semakin mengalami
keruntuhan.
Kita dapat menelusuri jejak-jejak perlawanan tersebut dari berbagai peninggalan yang masih ada hingga sekarang. Bahkan di berbagai daerah didirikan berbagai museum untuk menjadi media pembelajaran masyarakat di masa ini. Dengan mengunjungi berbagai museum dan berbagai tempat peninggalan perlawanan rakyat Indonesia melawan Belanda, akan menggugah semangat kebangsaan. kalian dapat menemukan berbagai peninggalan atau museum perjuangan pada masa lalu di setiap daerah di Indonesia.
Apabila kalian tinggal di Maluku, kalian dapat mencari jejak peninggalan perjuangan Pattimura, apabila kalian tinggal di Sulawesi kalian dapat mengunjungi Benteng Rotterdam. Demikian juga di daerah-daerah lain, pasti kalian dapat menemukan berbagai peninggalan pada masa perjuangan melawan kolonialisme Belanda. Peninggalan di Yogyakarta adalah Goa Selarong, di Sumatra Barat terdapat Benteng Fort de Kock, di Kalimantan kalian menemukan peninggalan pada masa perang Banjar.
Peninggalan-peninggalan yang ada membuktikan keberanian rakyat Indonesia. Apakah kalian pernah pergi mengunjungi berbagai peninggalan pada masa perlawanan terhadap Pemerintah Hindia Belanda di atas? Bagaimana sikap kalian terhadap peninggalan tersebut? Generasi sekarang harus merawat peninggalan tersebut agar dapat belajar bagaimana perjuangan para pahlawan pada masa lalu. Dengan demikian kalian akan semakin giat belajar dan membangun bangsa Indonesia agar terus berjaya.
Saat masa penjajahan Hindia Belanda, perlawanan terhadap Pemerintah Hindia Belanda terjadi hampir di seluruh wilayah Indonesia. Lokasi Indonesia pada masa lalu sulit dijangkau, sehingga menyebabkan perlawanan rakyat tidak dapat dilakukan secara serentak. Inilah salah satu faktor penyebab Hindia Belanda dapat melumpuhkan perlawanan Bangsa Indonesia.
Beberapa contoh perlawanan terhadap Pemerintah Hindia Belanda yang dilakukan oleh rakyat Indonesia adalah sebagai berikut.
1) Perang Saparua di Ambon
Kita dapat menelusuri jejak-jejak perlawanan tersebut dari berbagai peninggalan yang masih ada hingga sekarang. Bahkan di berbagai daerah didirikan berbagai museum untuk menjadi media pembelajaran masyarakat di masa ini. Dengan mengunjungi berbagai museum dan berbagai tempat peninggalan perlawanan rakyat Indonesia melawan Belanda, akan menggugah semangat kebangsaan. kalian dapat menemukan berbagai peninggalan atau museum perjuangan pada masa lalu di setiap daerah di Indonesia.
Apabila kalian tinggal di Maluku, kalian dapat mencari jejak peninggalan perjuangan Pattimura, apabila kalian tinggal di Sulawesi kalian dapat mengunjungi Benteng Rotterdam. Demikian juga di daerah-daerah lain, pasti kalian dapat menemukan berbagai peninggalan pada masa perjuangan melawan kolonialisme Belanda. Peninggalan di Yogyakarta adalah Goa Selarong, di Sumatra Barat terdapat Benteng Fort de Kock, di Kalimantan kalian menemukan peninggalan pada masa perang Banjar.
Peninggalan-peninggalan yang ada membuktikan keberanian rakyat Indonesia. Apakah kalian pernah pergi mengunjungi berbagai peninggalan pada masa perlawanan terhadap Pemerintah Hindia Belanda di atas? Bagaimana sikap kalian terhadap peninggalan tersebut? Generasi sekarang harus merawat peninggalan tersebut agar dapat belajar bagaimana perjuangan para pahlawan pada masa lalu. Dengan demikian kalian akan semakin giat belajar dan membangun bangsa Indonesia agar terus berjaya.
Saat masa penjajahan Hindia Belanda, perlawanan terhadap Pemerintah Hindia Belanda terjadi hampir di seluruh wilayah Indonesia. Lokasi Indonesia pada masa lalu sulit dijangkau, sehingga menyebabkan perlawanan rakyat tidak dapat dilakukan secara serentak. Inilah salah satu faktor penyebab Hindia Belanda dapat melumpuhkan perlawanan Bangsa Indonesia.
Beberapa contoh perlawanan terhadap Pemerintah Hindia Belanda yang dilakukan oleh rakyat Indonesia adalah sebagai berikut.
1) Perang Saparua di Ambon
Merupakan perlawanan rakyat Ambon yang dipimpin Thomas
Matulesi (Pattimura). Dalam perlawanan terhadap Pemerintah Hindia Belanda
tersebut, seorang pahlawan wanita bernama Christina Martha Tiahahu melakukan
perlawanan dengan gagah berani. Perlawanan Pattimura dapat dikalahkan setelah
bantuan pasukan Hindia Belanda dari Jakarta datang. Pattimura bersama tiga
pengikutnya ditangkap dan akhirnya dihukum gantung.
2) Perang Paderi di Sumatra Barat
Merupakan perlawanan yang sangat menyita tenaga dan biaya sangat besar bagi rakyat Minang dan Pemerintah Hindia Belanda. Bersatunya Kaum Paderi (ulama) dan kaum adat melawan Pemerintah Hindia Belanda menyebabkan Belanda kewalahan memadamkannya. Bantuan dari Aceh juga datang untuk mendukung pejuang Paderi.
Pemerintah Hindia Belanda benar-benar menghadapi musuh yang tangguh. Belanda menerapkan sistem pertahanan Benteng Stelsel. Benteng Fort de Kock di Bukit tinggi dan Benteng Fort van der Cappelen merupakan dua benteng pertahanannya. Dengan siasat tersebut akhirnya Belanda menang ditandai dengan jatuhnya benteng pertahanan terakhir Paderi di Bonjol tahun 1837. Tuanku Imam Bonjol kemudian ditangkap, dan diasingkan ke Priangan, kemudian ke Ambon, dan terakhir di Menado hingga wafat tahun 1864.
3) Perang Diponegoro 1825-1830
Perang Diponegoro merupakan salah satu perang besar perlawanan terhadap Pemerintah Hindia Belanda. Latar belakang perlawanan Pangeran Diponegoro diawali dari campur tangan Belanda dalam urusan politik Kerajaan Yogyakarta. Beberapa tindakan Belanda yang dianggap melecehkan harga diri dan nilai-nilai budaya masyarakat Yogyakarta menjadi penyebab lain kebencian rakyat kepada Belanda.
Pemerintah Hindia Belanda membangun jalan baru pada bulan Mei 1825. Mereka memasang patok-patok pada tanah leluhur Pangeran Diponegoro. Terjadi perselisihan saat pengikut Diponegoro Patih Danureja IV mencabuti patok- patok tersebut. Belanda segera mengutus serdadu untuk menangkap Pangeran Diponegoro. Perang tidak dapat dihindarkan lagi, pada tanggal 20 Juli Tegalrejo sebagai basis pengikut Diponegoro direbut dan dibakar oleh Belanda.
Pada bulan Maret 1830 Diponegoro bersedia mengadakan perundingan dengan Belanda di Magelang, Jawa Tengah. Perundingan tersebut hanyalah tipu muslihat Belanda karena ternyata Diponegoro ditangkap dan diasingkan ke Manado, kemudian ke Makasar hingga wafat tahun 1855. Setelah berakhirnya Perang Jawa (Diponegoro), tidak lagi muncul perlawanan yang lebih berat di Jawa.
4) Perang Aceh
Semangat jihad (perang membela agama Islam) merupakan spirit perlawanan rakyat Aceh terhadap Pemerintah Hindia Belanda. Jendral Kohler terbunuh saat pertempuran di depan masjid Baiturrahman Banda Aceh. Kohler meninggal dekat sebuah pohon yang sekarang diberi nama Pohon Kohler. Siasat konsentrasi stelsel dengan sistem bertahan dalam benteng besar oleh Belanda tidak berhasil dalam perang itu. Belanda semakin terdesak, korban semakin besar, dan keuangan terus terkuras.
2) Perang Paderi di Sumatra Barat
Merupakan perlawanan yang sangat menyita tenaga dan biaya sangat besar bagi rakyat Minang dan Pemerintah Hindia Belanda. Bersatunya Kaum Paderi (ulama) dan kaum adat melawan Pemerintah Hindia Belanda menyebabkan Belanda kewalahan memadamkannya. Bantuan dari Aceh juga datang untuk mendukung pejuang Paderi.
Pemerintah Hindia Belanda benar-benar menghadapi musuh yang tangguh. Belanda menerapkan sistem pertahanan Benteng Stelsel. Benteng Fort de Kock di Bukit tinggi dan Benteng Fort van der Cappelen merupakan dua benteng pertahanannya. Dengan siasat tersebut akhirnya Belanda menang ditandai dengan jatuhnya benteng pertahanan terakhir Paderi di Bonjol tahun 1837. Tuanku Imam Bonjol kemudian ditangkap, dan diasingkan ke Priangan, kemudian ke Ambon, dan terakhir di Menado hingga wafat tahun 1864.
3) Perang Diponegoro 1825-1830
Perang Diponegoro merupakan salah satu perang besar perlawanan terhadap Pemerintah Hindia Belanda. Latar belakang perlawanan Pangeran Diponegoro diawali dari campur tangan Belanda dalam urusan politik Kerajaan Yogyakarta. Beberapa tindakan Belanda yang dianggap melecehkan harga diri dan nilai-nilai budaya masyarakat Yogyakarta menjadi penyebab lain kebencian rakyat kepada Belanda.
Pemerintah Hindia Belanda membangun jalan baru pada bulan Mei 1825. Mereka memasang patok-patok pada tanah leluhur Pangeran Diponegoro. Terjadi perselisihan saat pengikut Diponegoro Patih Danureja IV mencabuti patok- patok tersebut. Belanda segera mengutus serdadu untuk menangkap Pangeran Diponegoro. Perang tidak dapat dihindarkan lagi, pada tanggal 20 Juli Tegalrejo sebagai basis pengikut Diponegoro direbut dan dibakar oleh Belanda.
Pada bulan Maret 1830 Diponegoro bersedia mengadakan perundingan dengan Belanda di Magelang, Jawa Tengah. Perundingan tersebut hanyalah tipu muslihat Belanda karena ternyata Diponegoro ditangkap dan diasingkan ke Manado, kemudian ke Makasar hingga wafat tahun 1855. Setelah berakhirnya Perang Jawa (Diponegoro), tidak lagi muncul perlawanan yang lebih berat di Jawa.
4) Perang Aceh
Semangat jihad (perang membela agama Islam) merupakan spirit perlawanan rakyat Aceh terhadap Pemerintah Hindia Belanda. Jendral Kohler terbunuh saat pertempuran di depan masjid Baiturrahman Banda Aceh. Kohler meninggal dekat sebuah pohon yang sekarang diberi nama Pohon Kohler. Siasat konsentrasi stelsel dengan sistem bertahan dalam benteng besar oleh Belanda tidak berhasil dalam perang itu. Belanda semakin terdesak, korban semakin besar, dan keuangan terus terkuras.
|
Snouck Hurgroje
|
Pemerintah Hindia Belanda sama sekali kewalahan dan
tidak mampu menghadapi secara fisik perlawanan rakyat Aceh. Menyadari hal tersebut,
Belanda mengutus Dr. Snouck Hurgroje yang memakai nama samaran Abdul Gafar
(seorang ahli bahasa, sejarah ,dan sosial Islam) untuk mencari kelemahan rakyat
Aceh. Setelah lama belajar di Arab, Snouck Hugronje memberikan saran-saran
kepada Belanda mengenai cara mengalahkan orang Aceh. Menurut Hurgronje, Aceh
tidak mungkin dilawan dengan kekerasan, sebab karakter orang Aceh adalah
pantang menyerah, jiwa jihad orang Aceh sangat tinggi.
Taktik yang paling mujarab adalah dengan mengadu domba antara golongan Uleebalang (bangsawan) dengan ulama. Pemerintah Hindia Belanda kemudian menjanjikan kedudukan pada Uleebalang yang bersedia damai. Taktik ini berhasil, banyak Uleebalang yang tertarik pada tawaran Belanda. Belanda memberikan tawaran kedudukan kepada para Uleebalang apabila kaum ulama dapat dikalahkan. Sejak tahun 1898 kedudukan Aceh semakin terdesak. Belanda mengumumkan perang Aceh selesai tahun 1904. Namun demikian perlawanan rakyat Aceh secara sporadis masih berlangsung hingga tahun 1930-an.
5) Perlawanan Sisingamangaraja di Sumatra Utara
Perlawanan terhadap Pemerintah Hindia Belanda di Sumatra Utara dipimpin oleh Sisingamangaraja XII, Perlawanan di Sumatra Utara berlangsung cukup lama, yaitu selama 24 tahun. Pertempuran diawali dari Bahal Batu sebagai pusat pertahanan Belanda tahun 1877.
Untuk menghadapi Perang Batak (sebutan perang di Sumatra Utara), Pemerintah Hindia Belanda menarik pasukan dari Aceh. Pasukan Sisingamangaraja dapat dikalahkan setelah Kapten Christoffel berhasil mengepung benteng terakhir Sisingamangaraja di Pakpak. Kedua putra beliau Patuan Nagari dan Patuan Anggi ikut gugur dalam pertempuran tersebut, sehingga seluruh Tapanuli dapat dikuasai Belanda.
6) Perang Banjar
Taktik yang paling mujarab adalah dengan mengadu domba antara golongan Uleebalang (bangsawan) dengan ulama. Pemerintah Hindia Belanda kemudian menjanjikan kedudukan pada Uleebalang yang bersedia damai. Taktik ini berhasil, banyak Uleebalang yang tertarik pada tawaran Belanda. Belanda memberikan tawaran kedudukan kepada para Uleebalang apabila kaum ulama dapat dikalahkan. Sejak tahun 1898 kedudukan Aceh semakin terdesak. Belanda mengumumkan perang Aceh selesai tahun 1904. Namun demikian perlawanan rakyat Aceh secara sporadis masih berlangsung hingga tahun 1930-an.
5) Perlawanan Sisingamangaraja di Sumatra Utara
Perlawanan terhadap Pemerintah Hindia Belanda di Sumatra Utara dipimpin oleh Sisingamangaraja XII, Perlawanan di Sumatra Utara berlangsung cukup lama, yaitu selama 24 tahun. Pertempuran diawali dari Bahal Batu sebagai pusat pertahanan Belanda tahun 1877.
Untuk menghadapi Perang Batak (sebutan perang di Sumatra Utara), Pemerintah Hindia Belanda menarik pasukan dari Aceh. Pasukan Sisingamangaraja dapat dikalahkan setelah Kapten Christoffel berhasil mengepung benteng terakhir Sisingamangaraja di Pakpak. Kedua putra beliau Patuan Nagari dan Patuan Anggi ikut gugur dalam pertempuran tersebut, sehingga seluruh Tapanuli dapat dikuasai Belanda.
6) Perang Banjar
|
Pangeran Antasari
|
Perang Banjar berawal ketika Pemerintah Hindia Belanda
ikut campur tangan dalam urusan pergantian raja di Kerajaan Banjarmasin.
Belanda memberi dukungan kepada Pangeran Tamjid Ullah yang tidak disukai oleh
rakyat. Pangeran Antasari dengan kekuatan 300 prajurit menyerang tambang batu bara
milik Belanda di Pengaron pada tanggal 25 April 1859. Selanjutnya peperangan
demi peperangan dilakukan oleh Pangeran antasari di seluruh wilayah Kerajaan
Banjar. Pangeran Antasari menyerang pos-pos Belanda di Martapura, Hulu Sungai,
Riam Kanan, Tanah Laut, Tabalong, sepanjang sungai Barito sampai ke Puruk Cahu
dengan dibantu para panglima dan prajuritnya yang setia.
Pemberontakan dilakukan oleh Prabu Anom dan Pangeran Hidayat. Pada tahun 1859, Pangeran Antasari memimpin perlawanan setelah Prabu Anom tertangkap Belanda, dengan bantuan pasukan dari Belanda, pasukan Pangeran Antasari dapat didesak. Tahun 1862 Pangeran Hidayat menyerah dan berakhirlah perlawanan rakyat Banjar di pulau Kalilmantan. Perlawanan baru benar-benar dapat dipadamkan pada tahun 1866.
7) Perang Jagaraga di Bali
Perang Jagaraga berawal saat Pemerintah Hindia Belanda dan kerajaan di Bali bersengketa tentang hak tawan karang. Hak tawan karang berisi peraturan bahwa setiap kapal yang kandas di perairan Bali merupakan hak penguasa di daerah tersebut. Pemerintah Belanda memprotes Raja Buleleng yang menyita dua kapal milik Belanda. Raja Buleleng tidak mau menerima tuntutan Belanda untuk mengembalikan kedua kapalnya, persengketaan ini menyebabkan Belanda melakukan serangan terhadap kerajaan Buleleng tahun 1846. Belanda berhasil menguasai kerajaan Buleleng, sementara Raja Buleleng menyingkir ke Jagaraga dengan dibantu oleh Kerajaan Karangasem.
Setelah berhasil merebut Benteng Jagaraga, Pemerintah Hindia Belanda melanjutkan ekspedisi militernya pada tahun 1849. Dua kerajaan Bali, Gianyar dan Klungkung menjadi sasaran Belanda. Tahun 1906, seluruh kerajaan di Bali jatuh ke pihak Pemerintah Hindia Belanda setelah rakyat melakukan perang habis-habisan sampai mati, yang dikenal dengan Perang Puputan.
8) Perang Tondano di Sulawesi Utara
Perang Tondano terjadi pada masa penjajahan HIndia Belanda, baik pada masa VOC maupun pada masa Pemerintah Hindia Belanda. Bangsa Spanyol sudah sampai di tanah Minahasa (Tondano) Sulawesi Utara sebelum kedatangan bangsa Belanda. Hubungan dagang orang Minahasa dengan Spanyol terus berkembang. Tetapi mulai abad XVII hubungan dagang antara mereka mulai terganggu dengan kehadiran para pedagang dari Belanda. Waktu itu VOC berhasil menanamkan pengaruhnya di Ternate.
VOC berusaha memaksakan kehendak mereka mereka agar orang-orang Minahasa menjual hasil berasnya kepada VOC. Orang-orang Minahasa menentang usaha monopoli dari VOC tersebut. Tidak ada pilihan lain bagi VOC, mereka memilih upaya memerangi orang-orang Minahasa. Untuk melemahkan orang-orang Minahasa, VOC kemudian membendung Sungai Temberan. Akibatnya aliran sungai tersebut meluap dan menggenangi tempat tinggal rakyat dan para pejuang Minahasa. Orang-orang Minahasa kemudian pindah ke Danau Tondano dengan rumah-rumah apung.
Perang Tondano terjadi lagi pada abad ke-19. Perang ini dilatarbelakangi oleh kebijakan Gubernur Jenderal Daendels. Pada kebijakan itu, Minahasa dijatah untuk mengumpulkan calon pasukan sejumlah 2000 orang yang akan dikirim ke Jawa. Orang-orang Minahasa umumnya tidak setuju dengan program Belanda untuk merekrut pemuda-pemuda Minahasa sebagai pasukan kolonial. Banyak di antara para ukung mulai meninggalkan rumah. Mereka justru mengadakan perlawanan terhadap Belanda.
Gubernur Prediger mengirim pasukan untuk menyerang pertahanan orang-orang Minahasa di Tondano-Minawanua. Belanda menerapkan strategi dengan membendung Sungai Temberan lagi. Prediger juga membentuk dua pasukan tangguh. Pasukan pertama dipersiapkan untuk menyerang dari Danau Tondano dan pasukan yang lain menyerang Minawanua dari darat. Tanggal 23 Oktober 1808 pertempuran mulai berlangsung dengan sengit. Pasukan Hindia Belanda yang berpusat di Danau Tondano berhasil melakukan serangan dan merusak pagar bamu berduri yang membatasi danau dengan perkampungan Minawanua, sehingga menerobos pertahanan orang-orang Minahasa di Minawanua. Karena waktu sudah malam maka para pejuang dengan semangat yang tinggi terus bertahan dan melakukan perlawanan dari rumah ke rumah.
Pasukan Belanda merasa kewalahan. Setelah pagi hari tanggal 24 Oktober 1808 pasukan Belanda dari darat membombardir kampung pertahanan Minawanua. Serangan terus dilakukan Belanda sehingga kampung itu seperti tidak ada lagi kehidupan. Pasukan Prediger mulai mengendorkan serangannya. Tiba-tiba dari arah perkampungan itu orang-orang Tondano muncul dan menyerang dengan hebatnya sehingga korbanpun berjatuhan dari pihak Belanda. Pasukan Pemerintah Hindia Belanda kewalahan dan terpaksa ditarik mundur. Seiring dengan itu Sungai Temberan yang dibendung mulai meluap sehingga mempersulit pasukan Belanda sendiri. Dari jarak jauh Belanda terus menghujani meriam ke Kampung Minawanua, tetapi tentu tidak efektif. Begitu juga serangan yang dari danau tidak mampu mematahkan semangat juang orang-orang Tondano-Minawanua. Bahkan terpetikik berita kapal yang paling besar yang di danau tenggelam.
Perang Tondano II ini berlangsung cukup lama, sampai bulan Agustus 1809. Dalam suasana kepenatan dan kekurangan makanan mulai ada kelompok dari pejuang yang mulai memihak kepada Hindia Belanda. Namun dengan kekuatan dan semangat yang ada para pejuang Tondano terus memberikan perlawanan atas gempuran pasukan Belanda yang terus menerus. Akhirnya pada tanggal 4-5 Agustus 1809 Benteng pertahanan Moraya milik para pejuang hancur bersama rakyat yang berusaha mempertahankan. Para pejuang itu memilih mati dari pada menyerah. Mayat-mayat mereka telah lenyap di dasar danau bersama lenyapnya kemerdekaan dan kedaulatan tanah Minahasa.
Pemberontakan dilakukan oleh Prabu Anom dan Pangeran Hidayat. Pada tahun 1859, Pangeran Antasari memimpin perlawanan setelah Prabu Anom tertangkap Belanda, dengan bantuan pasukan dari Belanda, pasukan Pangeran Antasari dapat didesak. Tahun 1862 Pangeran Hidayat menyerah dan berakhirlah perlawanan rakyat Banjar di pulau Kalilmantan. Perlawanan baru benar-benar dapat dipadamkan pada tahun 1866.
7) Perang Jagaraga di Bali
Perang Jagaraga berawal saat Pemerintah Hindia Belanda dan kerajaan di Bali bersengketa tentang hak tawan karang. Hak tawan karang berisi peraturan bahwa setiap kapal yang kandas di perairan Bali merupakan hak penguasa di daerah tersebut. Pemerintah Belanda memprotes Raja Buleleng yang menyita dua kapal milik Belanda. Raja Buleleng tidak mau menerima tuntutan Belanda untuk mengembalikan kedua kapalnya, persengketaan ini menyebabkan Belanda melakukan serangan terhadap kerajaan Buleleng tahun 1846. Belanda berhasil menguasai kerajaan Buleleng, sementara Raja Buleleng menyingkir ke Jagaraga dengan dibantu oleh Kerajaan Karangasem.
Setelah berhasil merebut Benteng Jagaraga, Pemerintah Hindia Belanda melanjutkan ekspedisi militernya pada tahun 1849. Dua kerajaan Bali, Gianyar dan Klungkung menjadi sasaran Belanda. Tahun 1906, seluruh kerajaan di Bali jatuh ke pihak Pemerintah Hindia Belanda setelah rakyat melakukan perang habis-habisan sampai mati, yang dikenal dengan Perang Puputan.
8) Perang Tondano di Sulawesi Utara
Perang Tondano terjadi pada masa penjajahan HIndia Belanda, baik pada masa VOC maupun pada masa Pemerintah Hindia Belanda. Bangsa Spanyol sudah sampai di tanah Minahasa (Tondano) Sulawesi Utara sebelum kedatangan bangsa Belanda. Hubungan dagang orang Minahasa dengan Spanyol terus berkembang. Tetapi mulai abad XVII hubungan dagang antara mereka mulai terganggu dengan kehadiran para pedagang dari Belanda. Waktu itu VOC berhasil menanamkan pengaruhnya di Ternate.
VOC berusaha memaksakan kehendak mereka mereka agar orang-orang Minahasa menjual hasil berasnya kepada VOC. Orang-orang Minahasa menentang usaha monopoli dari VOC tersebut. Tidak ada pilihan lain bagi VOC, mereka memilih upaya memerangi orang-orang Minahasa. Untuk melemahkan orang-orang Minahasa, VOC kemudian membendung Sungai Temberan. Akibatnya aliran sungai tersebut meluap dan menggenangi tempat tinggal rakyat dan para pejuang Minahasa. Orang-orang Minahasa kemudian pindah ke Danau Tondano dengan rumah-rumah apung.
Perang Tondano terjadi lagi pada abad ke-19. Perang ini dilatarbelakangi oleh kebijakan Gubernur Jenderal Daendels. Pada kebijakan itu, Minahasa dijatah untuk mengumpulkan calon pasukan sejumlah 2000 orang yang akan dikirim ke Jawa. Orang-orang Minahasa umumnya tidak setuju dengan program Belanda untuk merekrut pemuda-pemuda Minahasa sebagai pasukan kolonial. Banyak di antara para ukung mulai meninggalkan rumah. Mereka justru mengadakan perlawanan terhadap Belanda.
Gubernur Prediger mengirim pasukan untuk menyerang pertahanan orang-orang Minahasa di Tondano-Minawanua. Belanda menerapkan strategi dengan membendung Sungai Temberan lagi. Prediger juga membentuk dua pasukan tangguh. Pasukan pertama dipersiapkan untuk menyerang dari Danau Tondano dan pasukan yang lain menyerang Minawanua dari darat. Tanggal 23 Oktober 1808 pertempuran mulai berlangsung dengan sengit. Pasukan Hindia Belanda yang berpusat di Danau Tondano berhasil melakukan serangan dan merusak pagar bamu berduri yang membatasi danau dengan perkampungan Minawanua, sehingga menerobos pertahanan orang-orang Minahasa di Minawanua. Karena waktu sudah malam maka para pejuang dengan semangat yang tinggi terus bertahan dan melakukan perlawanan dari rumah ke rumah.
Pasukan Belanda merasa kewalahan. Setelah pagi hari tanggal 24 Oktober 1808 pasukan Belanda dari darat membombardir kampung pertahanan Minawanua. Serangan terus dilakukan Belanda sehingga kampung itu seperti tidak ada lagi kehidupan. Pasukan Prediger mulai mengendorkan serangannya. Tiba-tiba dari arah perkampungan itu orang-orang Tondano muncul dan menyerang dengan hebatnya sehingga korbanpun berjatuhan dari pihak Belanda. Pasukan Pemerintah Hindia Belanda kewalahan dan terpaksa ditarik mundur. Seiring dengan itu Sungai Temberan yang dibendung mulai meluap sehingga mempersulit pasukan Belanda sendiri. Dari jarak jauh Belanda terus menghujani meriam ke Kampung Minawanua, tetapi tentu tidak efektif. Begitu juga serangan yang dari danau tidak mampu mematahkan semangat juang orang-orang Tondano-Minawanua. Bahkan terpetikik berita kapal yang paling besar yang di danau tenggelam.
Perang Tondano II ini berlangsung cukup lama, sampai bulan Agustus 1809. Dalam suasana kepenatan dan kekurangan makanan mulai ada kelompok dari pejuang yang mulai memihak kepada Hindia Belanda. Namun dengan kekuatan dan semangat yang ada para pejuang Tondano terus memberikan perlawanan atas gempuran pasukan Belanda yang terus menerus. Akhirnya pada tanggal 4-5 Agustus 1809 Benteng pertahanan Moraya milik para pejuang hancur bersama rakyat yang berusaha mempertahankan. Para pejuang itu memilih mati dari pada menyerah. Mayat-mayat mereka telah lenyap di dasar danau bersama lenyapnya kemerdekaan dan kedaulatan tanah Minahasa.
Strategi Belanda Menghadapi Perlawanan terhadap
Pemerintah Hindia Belanda
Para pahlawan kita telah menunjukkan
kegigihannya yang luar biasa melawan penjajahan pemerintah Hindia Belanda.
Namun, sampai akhir abad XIX, Belanda belum juga berhasil diusir dari bumi
Indonesia. Apakah kalian menemukan hubungan lokasi Indonesia dengan kesulitan
mengusir penjajah? Pada bagian sebelumnya kalian telah mempelajari keunggulan
lokasi Indonesia yang terdiri atas iklim, geostrategis, dan kondisi tanah.
Ketiga hal tersebut berdampak langsung pada kegiatan ekonomi, transportasi, dan
komunikasi. Kondisi Indonesia yang berpulau-pulau menyulitkan transportasi dan
komunikasi masyarakat pada masa lalu. Akibatnya rakyat Indonesia melakukan
perlawanan hanya terbatas di daerahnya masing-masing. Hal ini dimanfaatkan
Pemerintah Hindia Belanda untuk melakukan strategi memecah belah bangsa
Indonesia.
Pemerintah Hindia Belanda juga menggunakan strategi mengasingkan para pimpinan perlawanan. Sebagai contoh Pangeran Diponegoro diasingkan di Sulawesi, Cut Nya Dien di Jawa Barat, Tuanku Iman Bonjol juga diasingkan ke Ambon. Strategi tersebut merupakan upaya Belanda memutus komunikasi pemimpin dengan rakyatnya.
Terbatasnya komunikasi dan transportasi pada masa lalu, menyebabkan terputusnya hubungan para pemimpin dengan pengikut. Para pemimpin tentu akan kesulitan untuk memimpin perlawanan dengan surat-menyurat bukan?
Pemerintah Hindia Belanda juga menggunakan strategi mengasingkan para pimpinan perlawanan. Sebagai contoh Pangeran Diponegoro diasingkan di Sulawesi, Cut Nya Dien di Jawa Barat, Tuanku Iman Bonjol juga diasingkan ke Ambon. Strategi tersebut merupakan upaya Belanda memutus komunikasi pemimpin dengan rakyatnya.
Terbatasnya komunikasi dan transportasi pada masa lalu, menyebabkan terputusnya hubungan para pemimpin dengan pengikut. Para pemimpin tentu akan kesulitan untuk memimpin perlawanan dengan surat-menyurat bukan?
EDISI 2
Perlawanan
Menantang Penjajahan Belanda
1.
Perlawanan Rakyat Mataram
Pada
tahun 1628 dan 1629, Mataram melancarkan serangan besar-besaran terhadap VOC di
Batavia. Sultan Agung mengirimkan ribuan prajurit untuk menggempur Batavia
dari darat dan laut. Tahun 1628 perlawanan mengalami kegagalan karena
kurangnya persediaan makanan, 1629 berhasil menghancurkan benteng
Hollandia
2.
Perlawanan Rakyat Makasar
Di Sulawesi Selatan VOC mendapat
perlawanan dari rakyat Indonesia di bawah pimpinan Sultan
Hassanuddin. Namun Sultan Hassanudin dapat dikalahkan VOC dengan politik
adu dombanya antara Sultan Hassanudin dengan Aru Palaka Perlawanan
terhadap VOC di Pasuruan Jawa Timur dipimpin oleh Untung Suropati.
3.
Perlawanan Rakyat Banten
Sultan
Ageng Tirtayasa mengobarkan perlawanan di daerah Banten. Namun mengalami
kegagalan karena VOC menerapkan politik adu domba (devide et impera) antara
Sultan Ageng Tirtayasa dan putranya Sultan Haji. Sultan Haji yang dibantu
VOC mengalahkan Sultan Ageng Tirtayasa
4.
Perlawanan Rakyat Maluku
Tahun
1816 VOC datang dan menguasai Maluku. Dipimpin oleh Thomas Matulessi (Kapten
Pattimura), rakyat Maluku melakukan perlawanan pada tahun 1817. Pattimura
dibantu oleh Anthony Ribok, Philip Latumahina, Ulupaha, Paulus Tiahahu, dan
seorang pejuang wanita Christina Martha Tiahahu. Pada tanggal 16 Desember
1817, Pattimura dihukum gantung di depan Benteng Victoria di Ambon.
5.
Perang Padri (1821-1837)
Perang
Padri bermula dari pertentangan antara kaum adat dan kaum agama
(kaumPadri). Kaum Padri ingin memurnikan pelaksanaan agama
Islam. Gerakan Padri itu ditentang oleh kaum adat. Kaum adat minta bantuan
kepada Belanda dengan imbalan sebagian wilayah Minangkabau. Pasukan Padri
dipimpin oleh Datuk Bandaro. Setelah beliau wafat diganti oleh Tuanku Imam
Bonjol. Pasukan Padri dengan taktik perang gerilya, berhasil mengacaukan
pasukan Belanda. Pada tahun 1825 terjadi gencatan senjata. Belanda
mengakui beberapa wilayah sebagai daerah kaum Padri. Tahun 1830 kaum adat
mulai banyak membantu kaum Padri karena tidak menyukai kesewenangan
Belanda. Tahun 1833 terjadi pertempuran hebat di daerah Agam, Belanda
mengepung pasukan Bonjol. Namun pasukan Padri dapat bertahan sampai dengan
tahun 1837. Pada tanggal 25 Oktober 1837, benteng Imam Bonjol dapat
diterobos. Beliau tertangkap dan diasingkan di Cianjur kemudian
dipindahkan ke Minahasa hingga wafat
6.
Perang Diponegoro (1825-1830)
Perang
Diponegoro berawal dari kekecewaan Pangeran Diponegoro atas campur tangan
Belanda terhadap istana dan tanah tumpah darahnya. Kekecewaan itu memuncak
ketika Patih Danureja atas perintah Belanda memasang tonggak-tonggak untuk
membuat rel kereta api melewati makam leluhurnya. Dipimpin Pangeran
Diponegoro, rakyat Tegalrejo menyatakan perang melawan Belanda tanggal 20 Juli
1825. Diponegoro dibantu oleh Pangeran Mangkubumi sebagai penasehat,
Pangeran Ngabehi Jayakusuma sebagai panglima, dan Sentot Ali Basyah
Prawiradirja sebagai panglima perang. Kyai Mojo dari Surakarta mengobarkan
Perang Sabil. Antara tahun 1825-1826 pasukan Diponegoro mampu mendesak
pasukan Belanda. Pada tahun 1827, Belanda mendatangkan bantuan dari
Sumatra dan Sulawesi. Jenderal De Kock menerapkan taktik perang benteng
stelsel. Taktik ini berhasil mempersempit ruang gerak pasukan
Diponegoro. Dalam perundingan yang diadakan tanggal 28 Maret 1830 di
Magelang, Pangeran Diponegoro ditangkap Belanda. Beliau diasingkan dan
meninggal di Makassar.
7.
Perang Banjarmasin
Penyebab perang Banjarmasin adalah Belanda melakukan monopoli perdagangan dan mencampuri urusan kerajaan. Perang Banjarmasin dipimpin oleh Pangeran Antasari. Beliau didukung oleh Pangeran Hidayatullah. Pada tahun 1862 Hidayatullah ditahan Belanda dan dibuang ke Cianjur. Pangeran Antasari diangkat rakyat menjadi Sultan. Pangeran Antasari berusaha mempertahankan wilayah Banjar dengan cara membakar stiap kapal Belanda yang masuk wilayah Banjar. Tahun 1863 Belanda melancarkan serangan ke seluruh wilayah Banjar hingga akhirnya Pangeran Antasari gugur.
Penyebab perang Banjarmasin adalah Belanda melakukan monopoli perdagangan dan mencampuri urusan kerajaan. Perang Banjarmasin dipimpin oleh Pangeran Antasari. Beliau didukung oleh Pangeran Hidayatullah. Pada tahun 1862 Hidayatullah ditahan Belanda dan dibuang ke Cianjur. Pangeran Antasari diangkat rakyat menjadi Sultan. Pangeran Antasari berusaha mempertahankan wilayah Banjar dengan cara membakar stiap kapal Belanda yang masuk wilayah Banjar. Tahun 1863 Belanda melancarkan serangan ke seluruh wilayah Banjar hingga akhirnya Pangeran Antasari gugur.
8.
Perang Bali (1846-1868)
Penyebab
Perang Bali adalah pihak Belanda menolak hak Tawan Karang yang diterapkan
Kerajaan Buleleng. Belanda melakukan tiga kali penyerangan, yaitu pada
tahun 1846, 1848, dan 1849. Setelah Buleleng dapat ditaklukkan, rakyat
Bali mengadakan perang puputan, yaitu berperang sampai titik darah terakhir. Di
antaranya : (1) Perang Puputan Badung (1906),(2) Perang Puputan
Kusumba (1908), (3) Perang Puputan Klungkung (1908). Salah satu pemimpin
perlawanan rakyat Bali yang terkenal adalah Raja Buleleng dibantu oleh Gusti
Ketut Jelantik.
9.
Perang Rakyat tapanuli
Tahun
1873 Belanda memasuki wilayah Tapanuli dengan alas an memadamkan aktivitas
pejuang Padri dan Aceh. Tahun 1878, Belanda menyerang Tapanuli. Perang
Tapanuli diawali dengan operasi militer yang dilakukan oleh Jendral Van Daelen
di pedalaman Aceh Tahun 1903-1904. Pada tahun 1904 Belanda kembali
menyerangtanah Gayo. Pada saat itu Belanda juga menyerang daerah Danau
Toba. Pada tahun 1907, pasukan Belanda menyerang kubu pertahanan pasukan
Sisingamangaraja XII di Pakpak. Sisingamangaraja gugur dalam penyerangan
itu. Jenazahnya dimakamkan di Tarutung, kemudian dipindahkan ke Balige.
10.
Perang Aceh
Tahun 1873 Belanda melakukan serangan ke
Aceh. Rakyat Aceh mengadakan perlawanan di bawah pemimpin-pemimpin Aceh
antara lain Panglima Polim, Teuku Cik Ditiro, Teuku Ibrahim, Teuku Umar, dan
Cut Nyak Dien. Tahun 1879 Belanda dapat menguasai Aceh. Belanda mengirim
Dr. Snouck Hurgronje untuk mempelajari sistem kemasyarakatan penduduk
Aceh. Dari penelitian yang dibuatnya, Hurgronje menyimpulkan bahwa
kekuatan Aceh terletak pada peran para ulama. Penemuannya dijadikan dasar
untuk membuat siasat perang yang baru. Belanda membentuk pasukan gerak
cepat (Marchose) untuk mengejar dan menumpas gerilyawan Aceh. Dengan
pasukan marchose Belanda berhasil mematahkan serangan gerilya rakyat
Aceh. Tahun 1899, Teuku Umar gugur dalam pertempuran di
Meulaboh. Pasukan Cut Nyak Dien yang menyingkir ke hutan dan mengadakan
perlawanan juga dapat dilumpuhkan
Penjajahan
Jepang
Dalam Perang Dunia II (1939-1945), Jepang bergabung dengan Jerman dan Italia melawan Sekutu. Sekutu terdiri dari Amerika, Inggris, Belanda, dan Perancis. Pada tanggal 8 Desember 1941 pasukan Jepang menyerang pangkalan Angkatan Laut Amerika di Pearl Harbour (Hawai). Terjadilah Perang Pasifik atau Perang Asia Timur Raya. Dalam waktu singkat, pasukan Jepang menyerbu dan menduduki Filipina, Myanmar, Malaya, Singapura, dan Indonesia.
Dalam Perang Dunia II (1939-1945), Jepang bergabung dengan Jerman dan Italia melawan Sekutu. Sekutu terdiri dari Amerika, Inggris, Belanda, dan Perancis. Pada tanggal 8 Desember 1941 pasukan Jepang menyerang pangkalan Angkatan Laut Amerika di Pearl Harbour (Hawai). Terjadilah Perang Pasifik atau Perang Asia Timur Raya. Dalam waktu singkat, pasukan Jepang menyerbu dan menduduki Filipina, Myanmar, Malaya, Singapura, dan Indonesia.
Ada beberapa alasan Jepang menduduki Indonesia, antara lain sebagai berikut.
·
Indonesia
kaya akan bahan-bahan mentah, seperti minyak bumi dan batu bara.
·
Wilayah
Indonesia menghasilkan banyak produksi pertanian yang dibutuhkan tentara
Jepang dalam peperangan.
·
Indonesia
memiliki tenaga manusia dalam jumlah besar yang diperlukan untuk membantu
perang Jepang.
Pada
Januari 1942 Jepang memasuki wilayah Indonesia. Tanggal 1 Maret 1942
pasukan Jepang berhasil mendarat di tiga tempat secara serempak di Pulau Jawa,
yaitu di Teluk Banten, Eretan Wetan (Pantura), dan Pasuruan (Jawa
Timur). Tanggal 5 Maret 1942 pasukan Jepang sudah berhasil menguasai
Batavia. Tanggal 8 Maret 1942 Panglima Angkatan Perang Hindia Belanda
Letjen Ter Poorten atas nama Angkatan Perang Sekutu menyerah tanpa syarat kepada
Angkatan Perang Jepang yang dipimpin Letjen Hithoshi Imamura.
Upacara
serah terima ditandatangani di Kalijati, Subang, Jawa Barat. Setelah
menduduki Indonesia, Jepang berusaha menarik simpati rakyat Indonesia. Ada tiga
hal yang dilakukan Jepang, yaitu:
·
mengijinkan
mengibarkan bendera Merah Putih;
·
mengijinkan
rakyat Indonesia menyanyikan lagu Indonesia Raya;
·
larangan
menggunakan bahasa Belanda dalam pergaulan sehari-hari.
·
Bahasa
pergaulan sehari-hari diganti dengan bahasa Indonesia.
Untuk
memikat hati rakyat, Jepang membuat propaganda tiga A. Propaganda yang
dilancarkan Jepang itu berisi: Jepang pemimpin Asia, Jepang pelindung
Asia, Jepang cahaya Asia.
Penderitaan
rakyat pada masa pendudukan Jepang
Penderitaan
rakyat Indonesia selama masa penjajahan Jepang antara lain sebagai berikut:
1.
Jepang merampas hasil pertanian rakyat, seperti padi dan jagung untuk
persediaan
makanan pasukan Jepang.
makanan pasukan Jepang.
2.
Pemerintah Jepang sangat ketat melakukan pengawasan terhadap pemberitaan.
Media
masa disegel.
masa disegel.
3.
Jepang juga memanfaatkan rakyat Indonesia untuk diperas tenaganya bagi
keperluan
Jepang. Para pekerja paksa pada zaman Jepang disebut romusha.
Jepang. Para pekerja paksa pada zaman Jepang disebut romusha.
Selain romusha, banyak barisan dibentuk untuk kepentingan Jepang,
seperti:
(1) Seinendan (barisan
pemuda),
(2) Keibodan (Barisan
Pembantu Polisi)
(3) Fujinkai (Barisan
Wanita)
(4) Suishintai (Barisan
Pelopor)
(5) Jibakutai (Barisan
Berani Mati),
(6) Gakutotai (Barisan
Pelajar),
(7) Peta (Pembela Tanah Air)
Banyak wanita Indonesia yang terpaksa melayani nafsu bejat pasukan Jepang. Tanggal 16 April 1943 Jepang mendirikan Pusat tenaga Rakyat (PUTERA) sebagai ganti Gerakan 3A yang dibubarkan pada November 1942. Jepang mengangkat tokoh-tokoh bangsa Indonesia sebagai pimpinan PUTERA, yaitu : Ir. Soekarno, Drs. Moh. Hatta, Ki Hajar Dewantara dan KH. Mas Mansyur yang dikenal dengan sebutan 4 serangkai. Tanggal 3 Oktober 1943 dibentuklah tentara Pembela Tanah Air (PETA). Anggota Peta berasal dari putra-putri Indonesian yang mendapat pelatihan militer dari Jepang. Tujuan pembentukan Peta adalah mempertahankan tanah air Indonesia dari serangan sekutu. Tanggal April 1943 dibentuk Heiho yang dibentuk dari pemuuda-pemudi Indonesia untuk membantu Jepang menghadapi serangan tentara Sekutu
Perlawanan
menentang Penjajahan Jepang
1.
Perlawanan rakyat Aceh di Cot Plieng tahun 1942
Perlawanan ini dipimpin oleh Tengku Abdul Jalil. Perlawanan
rakyat Aceh juga terjadi di
Mereudu pada tahun 1944.
Mereudu pada tahun 1944.
2.Perlawanan
di Kaplongan, Jawa Barat
Jepang memaksa petani di Kaplongan untuk menyerahkan sebagian hasil
buminya. Petani
marah. Terjadilah perlawanan terhadap pasukan Jepang.
marah. Terjadilah perlawanan terhadap pasukan Jepang.
3.Perlawanan
di Lohbener, Jawa Barat
Petani di Lohbener menolak memberikan hasil panen padi kepada Jepang.
Terjadilah
peperangan terhadap pasukan Jepang yang dipimpin oleh H. Madriyas.
peperangan terhadap pasukan Jepang yang dipimpin oleh H. Madriyas.
4.Perlawanan
di Pontianak, Kalimantan Barat
Penduduk dipaksa untuk membuat pelabuhan dan lapangan terbang. Para
pemimpin
sepakat untuk menyerang Jepang. Perlawanan terjadi pada tanggal 16 Oktober 1943.
Mereka ditangkap dan dibunuh.
sepakat untuk menyerang Jepang. Perlawanan terjadi pada tanggal 16 Oktober 1943.
Mereka ditangkap dan dibunuh.
5.
Perlawanan Peta di Gumilir, Cilacap
Perlawanan Peta Gumilir, Cilacap terjadi pada bulan Juni 1945.
Perlawanan ini dipimpin
oleh Kusaeri, komandan regu Peta di Cilacap. Kusaeri menyerah tetapi tidak dijatuhi
hukuman. Sudirman berhasil menolong dan membebaskannya.
oleh Kusaeri, komandan regu Peta di Cilacap. Kusaeri menyerah tetapi tidak dijatuhi
hukuman. Sudirman berhasil menolong dan membebaskannya.
6.Perlawanan
di Singaparna, Jawa Barat
Perlawanan Singaparna dipimpin oleh Kiai Haji Zainal Mustafa. Beliau
menolak seikeirei
(membungkukkan badan kepada Kai-sar Jepang Tenno Heika) dan menentang romusha.
Beliau memandang hal itu bertentangan dengan ajaran Islam.
(membungkukkan badan kepada Kai-sar Jepang Tenno Heika) dan menentang romusha.
Beliau memandang hal itu bertentangan dengan ajaran Islam.
7.
Perlawanan Peta di Blitar, Jawa Timur
Tentara Peta di Blitar memberontak di bawah pimpinan Shodanco F.X.
Supriyadi. Namun
Jepang dapat mematahkan perlawanan ini. Supriyadi dan teman-temanya ditangkap oleh
tentara Jepang
Jepang dapat mematahkan perlawanan ini. Supriyadi dan teman-temanya ditangkap oleh
tentara Jepang
agen casino indonesia
BalasHapusagen judi sbobet
agen sbobet indonesia
agen sbo
agen sbobet terpercaya
agen sbobet
agen sbo terpercaya
agen judi terpercaya
sbosports
agent sbobet
agen sbobet indonesia
bandar judi terpercaya
agen judi bola terpercaya
agen judi ibcbet
sbobet indonesia
agen bola online
bandar judi bola
master agen betting online
bandar bola sbobet terpercaya
judi online
BANDARQ
Agen Poker
situs poker
poker online
Judi Poker Online
situs poker online terpercaya
Poker Online Terpercaya
poker uang asli
Domino QQ
Domino Poker
Capsa Online
QQ Online
Ceme Online
Blackjack Online
Poker Online Indonesia
Agen poker online
poker online asli
agen poker terbaik
agen poker terpercaya
situs poker uang asli
situs judi online
poker online
agen judi bola
agen judi terpercaya dan terlengkap
judi online
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapusEyyoww makasi banyakk yakk!!
BalasHapusPerang Diponegoro yang juga dikenal dengan sebutan Perang Jawa (Inggris:The Java War, Belanda: De Java Oorlog) adalah perang besar dan berlangsung selama lima tahun (1825-1830) di Pulau Jawa, Hindia Belanda (sekarang Indonesia). Perang ini merupakan salah satu pertempuran terbesar yang pernah dialami oleh Belanda selama masa pendudukannya di Nusantara, melibatkan pasukan Belanda di bawah pimpinan Jenderal Hendrik Merkus de Kock[7] yang berusaha meredam perlawanan penduduk Jawa di bawah pimpinan Pangeran Diponegoro. Akibat perang ini, penduduk Jawa yang tewas mencapai 200.000 jiwa, sementara korban tewas di pihak Belanda berjumlah 8.000 tentara Belanda dan 7000 serdadu pribumi. Akhir perang menegaskan penguasaan Belanda atas Pulau Jawa.[8]
BalasHapusNazihah Nur Ilmiyah
BalasHapusPerang Diponegoro yang juga dikenal dengan sebutan Perang Jawa (Inggris:The Java War, Belanda: De Java Oorlog) adalah perang besar dan berlangsung selama lima tahun (1825-1830) di Pulau Jawa, Hindia Belanda (sekarang Indonesia). Perang ini merupakan salah satu pertempuran terbesar yang pernah dialami oleh Belanda selama masa pendudukannya di Nusantara, melibatkan pasukan Belanda di bawah pimpinan Jenderal Hendrik Merkus de Kock[7] yang berusaha meredam perlawanan penduduk Jawa di bawah pimpinan Pangeran Diponegoro. Akibat perang ini, penduduk Jawa yang tewas mencapai 200.000 jiwa, sementara korban tewas di pihak Belanda berjumlah 8.000 tentara Belanda dan 7000 serdadu pribumi. Akhir perang menegaskan penguasaan Belanda atas Pulau Jawa.